Aku mengerahkan rasa yang kupunya pada ujung jemari.
Membuatnya menari bersama hujan yang menyapa Bumi.
Kamu membenci hujan. Becek, lembab, basah dan membuatmu
merana. Namun kita sama-sama mencintai pelangi setelah hujan reda.
Hujan, tak selalu menghantarkan rindu. Terkadang dia
mengirimkan tetesan yang memukul dinding masa lalu.
Aku pernah bertanya: bisakah hujan melarutkan rasa gundah?
Sayang, hujan terlalu malas untuk berbalas sapa.
Aku pernah mencintai hujan yang membantuku menyamarkan air
mata. Aku membenci kepalsuan tapi harus tersenyum walau duka meraja.
Bagiku, romantis bukan ketika menatap hujan yang merintik
dalam gerak lambat. Tapi merekam setiap senyum yang pernah kamu buat.
Aku pernah merasakan hangatmu memeluk sela jemari.
Memandang keluar jendela, menghitung sisa tetes hujan tadi.
Kamu, jarang merangkai aksara indah. Tapi kamu selalu
berhasil mengusir airmata dan menghadirkan tawa.
Namun, semua yang kini aku genggam hanyalah satu kata:
pernah. Bisa kah kamu kembali menjadi kamu? Akankah kamu dan aku melebur
menjadi kita?
…….. karena aku tak pernah suka pada kata pernah.
………………………………………………………tak pernah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar